Mataram NTB - Penolakan masyarakat Desa Labuhan Lombok, Kecamatan Pringgabaya, Lombok Timur (Lotim), hingga muncul aksi spontanitas yang menolak keras adanya bangunan sekaligus kegiatan tambak udang milik PT Panen Berkat Sejahtera (PBS) belum lama ini, ternyata sangat mendasar.
Faktanya, dua tahun sebelum keberadaan PT. PBS, masyarakat khususnya, warga di Kampung Duduk, sudah sangat dirugikan dengan beroperasinya tambak udang milik PT. Prima Rinjani Makmur (PRM). Ketua RT Kampung Duduk, Sirajuddin, mengaku, di kampung ini, terdapat sekitar 186 Kepala Keluarga. Sebanyak 50 Kepala keluarga, murni mengandalkan mata pencahariannya sebagai nelayan tradisional di lokasi Pantai di kampung Duduk.
"Sebelum tambak PT. PRM beroperasi, para nelayan bisa memperoleh hasil sekitar belasan kilo ikan dari memancing atau menjaring. Tapi semenjak beroperasi, apalagi pas panen tambak. Limbahnya menyebabkan hasil nelayan jauh berkurang. bahkan hasil tangkap para nelayan cuman satu kilo dan paling banyak 2 sampai 3 kilo," keluhnya, Minggu (06/03/2022).
Disisi lain, selama beroperasi, PT. PRM tidak pernah merekrut satu pun tenaga kerja dari kampung Duduk. Warga di kampung tersebut sempat berniat mengadu atas kerugian yang disebabkan keberadaan tambak PT. PRM. Ironisnya pihak perusahaan itu, sama sekali tidak mau memberikan ruang.
"Kami ini hanya masyarakat kecil. Jadi apa yang kami keluhkan tidak ada gunanya. Tidak ada yang dengar. Bagaimana kami bisa memberi masukan ke pemilik tambak. Sementara masuk dan melintas di depan tambak saja tidak bisa. Kami sadar bahwa sudah tidak mungkin kami bisa memberhentikan operasi tambak ini. Tapi, kami berharap, ada solusi lain untuk membantu hidup warga kami," harap Sirajuddin.
Keluhan senada disampaikan tiga nelayan kampung Duduk, yakni, Amaq Hadi, Ismaun dan Nursaid. Ketiga nelayan ini mengatakan, Kerugian yang diakibatkan PT. PRM, membuat para nelayan takut, jika tambak udang milik PT. PBS mulai dibangun dan beroperasi.
"Kami sebagai masyarakat bodoh dan kecil ini menolak tambak yang akan di bangun PT. PBS. Karena tambak yang ada disebelah kanan kami ini saja, sudah berdampak buruk dan belum juga ada solusi dari pihak manapun," sorak ketiga nelayan ini, mewakili seluruh nelayan di kampung Duduk.
"Ini sudah ada pembuktian, bahwa hasil kami berkurang. Nah, kalau berdiri tambak lagi, maka jelas akan tambah berpengaruh buruk dari hasil tangkapan kami. Kalau begitu, kami siap jadi pencuri saja untuk menghidupi keluarga kami, dari pada harus main hakim sendiri ke perusahaan tambak," tegas ketiga nelayan ini.
Dikonfirmasi, Jumat (04/03/2022) kemarin, Kepala Bidang Pesisir, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) NTB, Hikmah Aslinasari, membenarkan adanya penolakan masyarakat terhadap tambak udang milik PT PBS. Pihaknya kala itu, sudah menyarankan perusahaan agar terlebih dahulu, menyelesaikan persoalan dengan warga setempat. Namun hingga saat ini, belum ada kelanjutan dari pihak PT. PBS.
"Karena dukungan warga, menjadi syarat utama untuk mendapat izin operasional bagi perusahaan tambak, disamping persyaratan uji kelayakan lainnya. Khusus Izin laut, prosesnya juga cukup panjang. Karena harus melakukan beberapa tahap dan terahir harus ada rekomendasi dari warga setempat," jelasnya.
Terpisah, Kepala Bidang Penataan dan Pengawasan Lingkungan Hidup, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) NTB, Didik Mahmud Gunawan Hadi, menegaskan, tidak pernah sama sekali menerima tembusan surat izin dari dinas di kabupaten Lotim, atas keberadaan tambak udang PT. PBS.
"Kami tidak pernah menerima tembusan dari kabupaten. Karena memang pada saat membahas dokumen, LHK NTB tidak mengetahui, apakah dihadiri oleh warga atau tidak, karena itu memang kewenangan Kabupaten," ungkapnya.
Pihaknya akan memberikan imbauan tertulis melakui surat resmi, kepada LHK Kabupaten agar segera melaksanakan mediasi, antara masyarakat setempat dengan PT. PBS. "Untuk menyelesaikan masalah warga dan pihak perusahaan, perlu dilakukan pertemuan antar keduanya yang disaksikan oleh pemerintah kabupaten. Sehingga dapat mengambil sebuah keputusan," ujarnya.
Disinggung soal rekomendasi layak operasi dari DLHK NTB, Didik kembali menegaskan, pihaknya tidak akan menerbitkan rekomendasi, jika dokumen persyaratan tata ruang dan baku mutu belum sesuai. Termasuk juga di dalam dokumen yang dimaksud, terdapat berita acara sosialisasi dengan warga setempat.
"Jika tata ruang dan baku mutu belum sesuai, maka rekomendasi layak operasi dari LHK tidak bisa keluar,karena persetujuan tehnis yang bisa di keluarkan LHK harus punya surat layak operasi," pungkasnya.